jugadalam firman-Nya: â Orang-orang yang bertaqwa yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada waktu lapang dan pada waktu sempit, dan orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan kesalahan orang lainâ (QS Ali Imran, 3 :133-134) serta tidak boleh berlebihan, âMakan dan minumlah dan jangan berlebihanâ (QS Al Araaf, 7:31)
sedikittentang ruh. Imam Ahmad dalam kitabnya Al-Musnad menyebutkan bahwa Al-Baraâ ibn âAzib menyampaikan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, â Jika seorang hamba yang beriman telah meninggal dunia dan menghadap ke akhirat, akan turun kepadanya sejumlah malaikat dari langit yang berwajah putih bersih seakan-akan matahari.
Beliauadalah seorang wali qutub yang lebih dikenal dengan nama Habib Sholeh Tanggul, ulama karismatik yang berasal dari Hadramaut pertama kali melakukan dakwahnya ke Indonesia sekitar tahun 1921 M dan menetap di daerah tanggul Jember Jawa Timur. Muliakan orang tua mu dan beristiqomalah dalam melaksanakan sholat subuh berjamaâah
Jikalaumemang mereka dakwah kepada tauhid, memberanta s tahayul, bidâah, khurafat dan syirik maka mereka pastilah menjadi ulama yang ihsan atau ulama yang berakhlaku l
JadilahAnak yang Sholeh, Alzaky. 30 Juli 2022 06:50 Diperbarui: 30 Juli 2022 06:57 5 2 0 + Laporkan Konten. Laporkan Akun. Lihat foto dok.pribadi. Panggil saja Alzaky,(nama disamarkan) anaknya ganteng, berkulit bersih dan jika tersenyum manis sekali. Dia juga tidak pernah mau memandang wajah orang, apalagi menatap mata orang lain
eeCdYS. DEPOK â Memandang wajah ulama atau orang-orang saleh itu berkah. âTerdapat sejumlah rahasia memandang wajah ulama yang berserakan dalam sabda Nabi SAW dan penjelasan ulama,â kata Dr KH Syamsul Yakin MA saat mengupas Kitab Tanqihul Qaul di Masjid Jami Baitussalam Perum Puri Depok Mas, Depok, Jawa Barat, Ahad 17/3. Siaran pers yang diterima Ahad 17/3 menyebutkan, pengajian rutin itu diawali Shubuh berjamaah hingga syuruq terbit matahari. Pimpinan Pondok Pesantren Darul Akhyar, Parung Bingung, Depok itu menambahkan, hal ini seperti terungkap, misalnya, dalam dalam Lubab al-Hadits, Jalaluddin al-Suyuthi, yang dikomentari oleh Syaikh Nawawi Banten dalam Tanqihul Qaul. Pertama, dalam Lubab al-Hadits, Jalaluddin al-Suyuthi mengutip hadits Nabi SAW yang bersabda, âBarangsiapa yang menatap wajah seorang ulama kendati sekali pandangan saja, lalu hal itu membuatnya gembira, maka Allah menciptakan dari pandangan itu satu malaikat yang memohonkan ampun untuk dirinya hingga hari kiamatâ. Kedua, seperti diungkap kembali oleh Syaikh Nawawi Banten dari kitab Riyadh al-Shalihin, bahwa Ali Ibn Abi Thalib berkata, âMemandang wajah seorang ulama adalah ibadah. Lalu berpendar cahaya dalam pandangan itu dan terang cahaya di dalam hatinya. Ketika seorang ulama mengajarkan ilmu, maka satu tema yang diajarkan berhadiah satu istana di surgaâ. "Bagi yang mengamalkan ilmu yang diajarkannya, akan mendapatkan hadiah serupaâ. Ketiga, Nabi SAW bersabda, âBarangsiapa yang memuliakan seorang ulama, sungguh ia telah memuliakan akuâ. Mengapa begitu? Menurut Syaikh Nawawi Banten, âKarena ulama adalah kekasih Nabi SAWâ. Lalu Nabi SAW melanjutkan, âBarangsiapa yang memuliakan aku, sungguh ia telah memuliakan Allah.â Mengapa begitu? Menurut Syaikh Nawawi Banten, âKarena Nabi SAW adalah kekasih Allah SWTâ. Nabi SAW bersabda lagi, âBarangsiapa yang memuliakan Allah, maka ia akan bertempat tinggal di surgaâ. Surga itu sendiri adalah tempat tinggal para kekasih Allah SWTâ, demikian tulis Syaikh Nawawi Banten. Keempat, terkait dengan hal ini Nabi SAW bersabda, âMuliakanlah ulama karena mereka adalah pewaris para nabi. Barangsiapa yang memuliakan mereka, sungguh ia telah memuliakan Allah dan Rasul-Nyaâ. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Khatib al-Baghdadi bersumber dari Jabir. Kelima, Nabi SAW bersabda, âSeorang ulama yang sedang tidur lebih utama ketimbang orang bodoh yang sedang beribadahâ. Hadits ini menurut Syaikh Nawawi Banten maksudnya adalah bahwa seorang ulama yang sedang tidur yang memperhatikan tata aturan keilmuan lebih utama ketimbang orang bodoh yang sedang beribadah namun tidak memahami tata aturannya. Keenam, lebih tegas lagi, Nabi SAW jelaskan, âTidur dengan berdasar ilmu lebih baik ketimbang shalat berdasar kebodohanâ. Hadits ini diwayatkan oleh Abu Nuâaim dengan sanad dhaif. Mengapa begitu? Menurut Syaikh Nawawi Banten, âKarena orang yang bodoh terkadang menduga yang membatalkan itu dianggap sah dan yang dilarang itu sebagai yang dibolehkanâ. Ketujuh, menurut Dirar Ibn al-Azwari al-Shahabi, âBarangsiapa yang beribadah kepada Allah dengan penuh kebodohan, maka potensi merusak lebih besar dari memperbaiki. Watsilah Ibn al-Asqaâa juga berkata, âOrang yang beribadah tanpa ilmu fikih ibarat sekawanan keledai penggiling tepungâ.
Orang shaleh punya aura positif. Dan aura itu bisa menular kepada orang yang memandangnya SEBAGIAN besar orang beranggapan, bahwa serius dalam belajar di antaranya adalah membawa kertas dan pena. Catat, garisbawahi, semua penjelasan penting sang ulama yang menjadi guru. Namun, tidak demikian halnya dengan Abu Bakar Al-Muthawiâi. Ia lebih suka memandang wajah sang ulama hingga lembut dan tenteram hatinya. Selama 12 tahun ia aktif mengikuti majelisnya Imam Ahmad. Mestinya, catatannya sudah berlembar-lembar, sebagai bukti bahwa ia serius mengikuti majelis tersebut. Ternyata tidak. Jangankan selembar, secuil pun ia tak punya catatan. Ia datang memang bukan untuk mencatat. Ia datang hanya karena ingin memandang Imam Ahmad. Itu saja. Lebih âgilaâ lagi, Muthawiâi tidak sendiri. Mayoritas yang datang di majelis itu seperti Muthawiâi, cuma ingin menikmati wajah Sang Imam. Padahal, yang hadir tak kurang dari 5 ribu orang. Dari jumlah tersebut, yang kelihatan aktif mencatat sekirar 500 orang. Demikian Ibnu Al Jauzi mengisahkan Manaqib Imam Ahmad, 210. Seorang perempuan cantikah Imam Ahmad? Jelas bukan. Imam Ahmad adalah seorang ulama yang menyandang gelar salah satu imam mazhab ternama. Majelisnya adalah majelis hadits, karena beliau memang ahli hadits. Tak heran bila majelis pengajiannya menjadi rujukan banyak orang. Demikian juga kitab-kitabnya. Namanya harum hingga sekarang, bahkan sepanjang masa. Ingat kepada Allah Kembali kepada Muthawiâi, apa yang ia lakukan bukanlah sia-sia. Tetapi ada dasarnya. Orang shaleh punya aura positif. Dan aura itu bisa menular kepada orang yang memandangnya. Jelasnya, ia bisa membangkitkan semangat untuk meningkatkan amal kebaikan, apalagi saat keimanan sedang menurun. Itu pernah dilakukan oleh Abu Jaâfar bin Sulaiman, salah satu murid Hasan Al Bashri. Beliau mengatakan, âJika aku merasakan hatiku sedang dalam keadaan qaswah keras, maka aku segera pergi untuk memandang wajah Muhammad bin Wasiâ Al Bishri. Maka hal itu mengingatkanku kepada kematian.â Imam Malik sendiri juga melakukan hal yang sama, tatkala merasakan qaswah dalam hati. Beliau berkisah, âSetiap aku merasakan adanya qaswah dalam hati, maka aku mendatangi Muhammad bin Al Munkadar dan memandangnya. Hal itu bisa memberikan peringatan kapadaku selama beberapa hari.â Dengan demikian, datang dan hadirlah kepada para ulama, terutama yang mengisi majelis-majelis ilmu, pandanglah wajah mereka untuk melunakkan hati dari kerasnya hati qoswah. Atau setidak-tidaknya, berdekat-dekatlah dengan wajah orang-orang yang shaleh, karena seperti disampaikan dalam bait syair populer masa kini, yakni âTombo Atiâ alias obat hati, yang ketiga adalah berkumpul dengan orang-orang yang shaleh. âKaping telu wong kang sholeh kumpulono.â*/Abu Ilmia
memandang wajah orang sholeh